Minggu, 20 Maret 2016

Konsep Normal-Abnormal dalam Masyarakat

Syarah Mardiyanti
 2PA07
1A514601

Pendahuluan
Menggambarkan ciri-ciri tingkah laku yang norma atau sehat biasanya relatif agak sulit dibanding dengan tingkah laku yang tidak normal. Ini disebabkan karena tingkah laku yang normal seringkali kurang mendapatkan perhatian karen tingkah laku tersebut dianggap wajar, sedangkan tingkah laku abnormal biasanya lebih mendapatkan perhatian karena biasanya tidak wajar dan aneh (Siswanto, 2007 :24)
Pribadi yang normal itu pada umumnya memiliki mental yang sehat, sedangkan pribadi yang abnormal biasanya juga memiliki mental yang tidak sehat. Namun demikian, pada hakekatnya konsep mengenai normalitas dan abnormalitas itu sangat samar-samar batasnya. Sebab pola kebiasaan dan sikap hidup yang dirasakan normal oleh suatu kelompok tertentu, bisa dianggap abnormal oleh kelompok lainnya. Akan tetapi apabila satu tingkah laku itu begitu mencolok dan sangat berbeda dengan tingkah laku umum (biasa pada umumnya), maka kita akan menyebutnya sebagai abnormal (Kartini kartono, 2000 :6-7).
Singgih Dirgagunarsa (1999: 140) mendefinisikan psikologi abnormal atau psikopatologi sebagai lapangan psikologi yang berhubungan dengan kelainan atau hambatan kepribadian, yang menyangkut proses dan isi kejiwaan.


Teori
Konsep tentang normalitas dan abnormalitas itu sangat samar-samar batasnya. Sebab, kebiasaan-kebiasaan dan sikap hidup yang dirasakan sebagai normal oleh suatu kelompok masyarakat, dapat dianggap sebagai abnormal oleh kelompok lainnya. Apa yang dianggap sebagai abnormal oleh beberapa generasi sebelum kita, misalnya dianggap normal pada saat ini.
Tetapi, tingkah laku abnormal tadi kadang begitu mencolok dan berbeda dengan tingkah laku biasa pada umumnya, sehingga kita tidak akan ragu-ragu lagi untuk menyebutnya sebagai abnormal.
• Tingkah laku normal
Sebagai standar tingkah dari tingkah laku yang normal kita ambil tingkah laku yang adekuat (serasi, tepat), yang bisa diterima oleh masyarakat pada umumnya. Tingkah laku pribadi yang normal tersebut ialah:
Sikap hidupnya/attitudenya sesuai dengan pola kelompok masyarakat tempat ia berada, sehingga tercapai satu relasi interpersonal dan intersosial yang memuaskan.
• Pribadi yang normal dan pribadi yang abnormal
Pribadi yang normal itu secara relatif dekat sekali dengan integrasi jasmaniah-rohaniah yang ideal, kehidupan psikisnya kurang lebih stabil sifatnya, tidak banyak memendam konflik-konflik batin, tenang, dan jasmaniahnya sehat selalu.
Pribadi yang abnormal secara relatif mereka itu jauh daripada status integrasi. Ada tingkat atribut ”inferior” dan ”superior”.
Kompeks-kompleks inferior ini terdapat pada penderita psikopat, neurosa dan psikosa. Dan kompleks-kompleks superior itu terdapat pada kelompok kaum-kaum idiot savant (kaum ilmuwan/cerdik pandai yang bersifat idiot). Mereka itu mempunyai quotient intelegensi (I.Q.) yang tinggi, dan memiliki bakat-bakat khusus yang luar biasa, misalnya di bidang seni, musik, matematik, teknik, ilmu pengetahuan alam, keterampilan tangan dan lain-lain. Akan tetapi mereka menderita defek atau defisiensi mental secara total, sehingga tingkah lakunya aneh-aneh, kejam sadistis atau sangat abnormal.
Pribadi yang abnormal pada umumnya dihinggapi gangguan mental atau ada kelainan-kelainan/abnormalitas pada mentalnya. Orang-orang abnormal ini selalu diliputi banyak konflik-konflik batin, miskin jiwanya dan tidak stabil, tanpa perhatian pada lingkungannya, terpisah hidupnya dari masyarakat, selalu gelisah dan takut, dan jasmaninya sering sakit-sakitan.
• Kriteria pribadi yang normal
Deskripsi tentang pribadi yang normal dengan mental yang sehat menurut Maslow and Mitelmann yang dituliskan dalam bukunya ”Principles of Abnormal Psychology”, yaitu :
1. Memiliki perasaan aman (sense of security) yang tepat.
2. Memiliki penilaian diri (self evaluation) dan insight/wawasan rasional. Juga punya harga diri yang cukup, dan tidak berlebihan (lebay).
3. Memiliki spontanitas dan emosionalitas yang tepat. Ia mampu menciptakan hubungan yang erat, kuat, dan lama, seperti persahabatan, komunikasi sosial dan relasi cinta. Dia mampu mengekspresikan rasa kebencian dan kekesalan hatinya tanpa kehilangan kontrol terhadap diri sendiri.
4. Mempunyai kontak dengan realitas secara efisien, yaitu kontak dengan dunia fisik/materiil. Tanpa ada fantasi dan angan-angan yang berlebihan.
5. Dia memiliki dorongan-dorongan dan nafsu-nafsu jasmaniah yang sehat, serta memiliki kemampuan untuk memenuhi dan memuaskannya.
6. Mempunyai pengetahuan diri yang cukup, yaitu bisa menghayati motif-motif hidupnya dalam status sadar.
7. Mempunyai tujuan/objek hidup yang adekuat. Dalam artian tujuan hidup tersebut bisa dicapai dengan kemampuan sendiri, sebab sifatnya realistis dan wajar.
8. Memiliki kemampuan untuk belajar dari pengalaman hidupnya. Yaitu ada kemampuan menerima dan mengolah pengalamannya tidak secara kaku.
9. Ada kesanggupan untuk memuaskan tuntutan-tuntutan dan kebutuhan-kebutuhan dari kelompok tempat ia berada.
10. Ada sikap emansipasi yang sehat terhadap kelompoknya dan terhadap kebudayaan.
11. Ada integrasi dalam kepribadiannya. Yaitu perkembangan pertumbuhan jasmani dan rohani yang bulat.
Kriteria-kriteria tersebut di atas merupakan ukuran ideal. Dalam pengertian merupakan ukuran standar yang relatif tinggi sifatnya. Seorang yang normal itu tidak bisa diharapkan memenuhi dengan mutlak kriteria tersebut diatas (dia tidak bisa secara absolut sempurna memenuhi ukuran itu). Sebab pada umumnya setiap manusia normal pasti memiliki kekurangan-kekurangan dalam beberapa segi kepribadiannya. Tetapi dia tetap memiliki kesehatan mental yang cukup baik, sehingga bisa digolongkan dalam kelas normal.
Maka jika seseorang itu terlalu jauh menyimpang dari kriteria diatas, dan banyak segi-segi karakteristiknya yang deficient/defisiensi (rusak, tidak efisien) maka pribadi tersebut kita golongkan dalam kelompok ABNORMAL.


Analisis
Contoh Kasus :
Rani berusia 25 tahun telah menjalani hubungan perkawinan selama hampir 2 tahun. Rani selalu merasa ketakutan dan kekhawatiran yang mendalam bila bersama suaminya. Hal ini tidak terlalu dirasakannya ketika ia bersama orang lain. Suami subjek merupakan figur suami yang otoriter dan overprotektif. Subjek selalu merasa disalahkan atas setiap hal yang dilakukannya. Subjek merasa tidak berani memberikan pendapat kepada suaminya. Subjek merasa tidak bahagia dengan kehidupan perkawinannya tersebut dan berniat untuk segera bercerai dengannya tetapi subjek tidak mempunyai keberanian untuk melakukannya.
Pembahasan:
Dalam hal ini permasalahan yang dihadapi oleh Rani masuk pada kriteria abnormalitas yaitu tekanan batin yang telah dipaparkan sebelumnya. Subjek merasa tertekan dengan suami yang mempunyai sikap otoriter dan overprotektif, sehingga membuat subjek tidak berani untuk mengungkapkan pendapatnya, subjek selalu merasa apa yang ia lakukan selalu salah. Hal ini jelas tidak tepat, karena seharusnya subjek harus berani untuk memberikan pendapat terlebih pada suaminya sendiri karena pada dasarnya setiap pendapat yang kita sampaikan tidak ada yang salah. Selain itu, kriteria yang berikutnya yaitu Gejala “salah suai” (maladjusment) yang di sebabkan oleh ketidakefektifan individu dalam menghadapi, menangani atau melaksanakan tuntutan dari lingkungan fisik. Ketidakefektifan individu dalam menghadapi dan menangani suaminya yang mempunyai sikap otoriter dan overprotektif. Sehingga subjek merasa tidak bahagia dalam kehidupan perkawinannya dan berniat untuk segera bercerai. Dalam hal ini, seharusnya subjek dapat lebih menyesuaikan diri dengan sikap suaminya yang otoriter dan overprotektif karena sebelum menikah subjek seharusnya dapat melihat atau mengetahui mengenai sikap suaminya walaupun mungkin tidak banyak dan subjek tau apa yang akan dilakukannya setelah menikah dengan sikap suaminya tersebut, sehingga dapat menghadapi ataupun menangani masalah yang terjadi dalam perkawinannya.


Daftar Pustaka
Ardani Ardi Tristiadi, M. Si. Psi. 2011. “Psikologi Abnormal”. Bandung: Lubuk Agung
Kartono, Kartini, DR, Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Bandung: Penerbit Mandar Maju. 1989.

Aditama 3. Jeffrey S. Nevid, dkk, 2005, Psikologi Abnormal, Edisi Kelima, Jilid I, Jakarta : Airlangga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar